Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan
Anwar Nasution, GURU BESAR FAKULTAS EKONOMI UI
SUMBER : KOMPAS, 8 Maret 2012
Setelah lama ditunggu dan dua tahun tertunda, akhirnya Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan disetujui oleh DPR. Kini, pemerintah tengah memilih komisionernya dan setelah itu diharapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa mulai beroperasi. Menurut Ayat (2) Pasal 34 UU BI Tahun 2004, OJK seharusnya berdiri selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Penyatuan semua lembaga yang mengatur dan mengawasi lembaga keuangan (BI dan Bapepam-LK) diharapkan dapat memberikan perlakuan sama bagi semua jenis industri keuangan dan semua bentuk hukum kepemilikannya (negara, koperasi, serta swasta nasional dan asing). Penyatuan itu sekaligus diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mengatasi keterbatasan tenaga profesional serta memudahkan koordinasi antarlembaga yang selama ini berdiri sendiri.
Pendirian OJK bagian dari program IMF, 1997-2003, untuk meningkatkan standar acuan serta mutu pengaturan dan pemeriksaan serta pengawasan lembaga-lembaga keuangan, terutama industri perbankan, di Indonesia. Buruknya mutu pemeriksaan atas lembaga keuangan itu tecermin dari krisis keuangan 1997-1998 yang sangat mahal biayanya bagi perekonomian nasional. Pemeriksaan dan pengawasan lembaga keuangan tersebut tak mampu mendeteksi potensi krisis.
Setelah BLBI, terus terjadi krisis lanjutan, termasuk kasus Bank Bali (1998) dan Bank Century (2008). Keterkaitan kegiatan PT Antaboga Delta Sekuritas, PT Century Mega Investindo, dan PT Century Super Investindo dengan PT Bank Century yang tak terpantau Bapepam-LK dan BI menggambarkan kurangnya koordinasi dan pertukaran informasi antar-kedua lembaga pengawas. Ketiga perusahaan reksa dana dan sekuritas itu dimiliki pemilik Bank Century dan digunakan untuk merongrong bank ini. Belakangan terungkap, perusahaan itu tak punya surat izin operasi dari Bapepam-LK.
Pengalaman di sejumlah negara, integrasi seluruh lembaga pengatur dan pengawas lembaga keuangan perlu 3-5 tahun. Di Indonesia, integrasi BI dengan Bapepam-LK mungkin bisa lebih cepat karena dilihat dari nilai aktiva dan jumlah kantor cabang. Bank adalah inti industri keuangan Indonesia. Lembaga keuangan non-bank, seperti reksa dana, asuransi, dan dana pensiun, memang tumbuh dengan cepat dari tahap awal yang sangat rendah. Lembaga keuangan non-bank yang tumbuh pesat adalah perusahaan asing, seperti Schroders, Manulife, AIA, dan Allianz.
Pro-Kontra Penyatuan
Penyatuan lembaga-lembaga pemeriksa keuangan dalam satu badan mengandung lima manfaat dan sekaligus potensi permasalahannya. Manfaat pertama, efisiensi karena besarnya skala organisasi lembaga yang disatukan. Kedua, menekan biaya dengan memanfaatkan skala ekonomi. Ketiga, meningkatkan akuntabilitas. Keempat, meniadakan persaingan antarlembaga pemeriksa dan meniadakan duplikasi pekerjaan. Kelima, memudahkan kesamaan perlakuan dalam pengaturan dan pengawasan atas semua industri keuangan.
Di lain pihak ada potensi permasalahan penyatuan lembaga pemeriksa lembaga keuangan dalam satu badan. Pertama, jika tujuan pendirian tak jelas, lembaga yang menyatu ini kurang efektif dibandingkan dengan lembaga supervisi yang terpisah. Kedua, biayanya justru sangat mahal jika organisasi terlalu besar. Di Singapura, pengaturan dan pengawasan seluruh lembaga keuangan di tangan Monetary Authority of Singapore (MAS) yang didirikan 1984. Jumlah personel MAS jauh lebih sedikit dan struktur organisasi jauh lebih sederhana dibandingkan dengan kedua lembaga pengawas Indonesia itu. Padahal, jumlah lembaga keuangan di Singapura jauh lebih banyak dan kegiatan jauh lebih kompleks.
Potensi masalah ketiga, adanya aji mumpung (moral hazard) jika sasaran tak dikomunikasikan dengan jelas. Keempat, proses integrasi dapat memicu politisasi atau masuknya kepentingan tertentu dalam kerangka pengaturan dan pengawasan industri keuangan yang pada hakikatnya bersifat teknis. Politisasi semakin dimungkinkan jika sebagian komisioner OJK berasal dari kalangan anggota DPR yang tak menguasai masalah teknis. Potensi masalah kelima, kemungkinan kehilangan staf inti jika proses integrasi tak dapat dikendalikan dengan baik. Pemeriksa dan pengawas bank dari BI enggan pindah ke OJK karena masalah gaji, perumahan, dan manfaat lain lebih besar di BI daripada di instansi pemerintah lain.
Pola Inggris versus Amerika
Program IMF 1997-2003 mendesain OJK menurut model Financial Services Authority (FSA) yang diintroduksi di Inggris 1997. FSA merupakan lembaga independen yang terpisah dari bank sentral dan departemen keuangan. Setelah berpindahnya fungsi pengawasan dan pemeriksaan bank ke OJK, bank sentral dapat memusatkan perhatiannya pada pengaturan masalah moneter dan ekonomi makro. Bank sentral memeriksa bank hanya berkaitan dengan penggunaan kreditnya oleh bank penerima kredit.
Karena dua alasan, setelah krisis keuangan global 2008, muncul gagasan baru menyatukan pengawasan dan pemeriksaan semua lembaga keuangan di tangan bank sentral. Karena menimbulkan dampak besar, beberapa perusahaan non-keuangan yang merupakan nasabah besar lembaga-lembaga keuangan (seperti General Motors) tak luput dari pengawasan the Federal Reserve, bank sentral AS.
Alasan pertama, ternyata FSA Inggris pun tak dapat mendeteksi kondisi keuangan the Northen Rock, bank penyedia kredit perumahan skala kecil yang menempatkan dananya dalam porsi cukup besar di subprime mortgages yang menjadi masalah di AS. Pemerintah Inggris terpaksa mengambil alih saham bank itu untuk menyelamatkannya. Alasan kedua, dan terpenting, untuk memudahkan penyaluran dana dalam rangka lender of last resort dan quantitative easing guna mengatasi kekeringan likuiditas di pasar uang nasional dan internasional di tengah berlangsungnya krisis.
OJK diharapkan dapat menyiapkan industri perbankan nasional agar mampu jadi pelaku global. Untuk itu, OJK dapat membantu bank-bank negara (termasuk BPD) meningkatkan mutu personel, memodernisasi sistem dan mengubah cara kerja agar dapat menyamai Development Bank of Singapore. Kelompok bank negara tetap inti industri perbankan Indonesia.
Bank-bank swasta yang terafiliasi dengan kelompok konglomerasi usaha juga harus menaati aturan prudensial, termasuk batas minimum pemberian kredit (BMPK) dan posisi devisa neto (PDN), agar jangan memobilisasi dana hanya bagi keperluan pembiayaan modal anak-anak perusahaannya. Pelanggaran atas ketentuan BMPK dan PDN merupakan penyebab krisis 1997. Dari kasus Bank Century, aturan fit and proper test saja belum dapat mencegah kemungkinan masuknya elemen kriminal dalam industri perbankan. Walaupun bukan anggota Dewan Direksi Bank Century, Robert Tantular dapat mengendalikan operasi tersebut tanpa terpantau pengawas on-site dan off-site BI.
Pemeriksaan dan pengawasan bank tak penting selama Orde Baru. Kini, selain perlu memantau perubahan standar dan aturan prudensial yang berlaku secara internasional, OJK pun perlu ikut aktif membuat standar serta aturan itu melalui forum Basel dan G-20 agar sesuai dengan kondisi dan kepentingan nasional. KTT G-20 di Seoul, 11-12 November 2010, menerima Basel-3 sebagai inti kerangka pengaturan baru industri keuangan. Untuk membuat bank lebih kokoh, mampu menyerap kerugian, serta kian kuat menghadapi krisis, Basel-3 meningkatkan keperluan modal bank, memperketat standar pengertian modal, menertibkan transaksi derivatif, serta mengatur lebih ketat likuiditas perbankan dan sumber pembelanjaannya serta cara pemberian bonus ke karyawan bank ataupun cara penanganan bank bermasalah.
Basel-3 meningkatkan keperluan modal dasar bank menjadi 7 persen dari risiko tertimbang (RWA) mulai 2019. Bank yang masuk kategori systematically important financial institutions wajib menambah ekstra modal 1,0-2,5 persen dari RWA. Bank juga wajib menambah modal dalam transaksi derivatif. Sumber dana dan likuiditas perbankan diharapkan kian bergeser dari sumber dana jangka pendek dan kekayaan yang kurang likuid ke sumber dana jangka panjang dan lebih likuid. Penanganan bank bermasalah akan tetap mencari keseimbangan antara upaya melindungi deposan dan mengurangi beban pembayar pajak lewat anggaran negara. ●
Dan ironisme OJK : Gagal Di Negara Maju, Namun Diminati Indonesia
Dalam beberapa bulan terakhir ini, salah satu isu di bidang perbankan yang sering mendapat sorotan publik ialah adalah mengenai transisi atas pembentukan serta pemilihan pimpinan dari “Otoritas Jasa Keuangan” atau sering disebut OJK. Tampak jelas bahwa sekumpulan elite nasional berebut kursi dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagaimana diketahui, OJK adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi antara lain industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Tujuan dibentuknya OJK yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis, menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi di sektor perbankan dan keuangan lainnya.
Namun demikian, perlu dipahami bahwa sesungguhnya pembentukan lembaga sejenis OJK ini sudah banyak dipraktekkan di Negara lain, dan berbagai studi dan riset perbandingan menunjukkan bahwa : pembentukan OJK tidak membawa dampak signifikan terhadap kehidupan perbankan dan keuangan. Mengapa Negara-negara yang telah membentuk OJK justru membubarkannya?
Untuk mengetahuinya, mari kita lihat efektivitas penerapan OJK atau FSA (Financial Supervisory Agency) di beberapa Negara di bawah ini:
Inggris Jepang Australia Korea
- Efektivitas OJK di Inggris sangat kurang, oleh karena Inggris yang menjadi pionir pembentukan lembaga sejenis OJK justru mengalami kegagalan. Sebagaimana diketahui, pembentukan OJK di Inggris dilatarbelakangi oleh kasus jatuhnya beberapa bank, seperti Neal Banker dan Baring Bank sampai dengan penutupan 12 bank lain.
- Tepatnya pada 1 Juni 1998 dibentuklah OJK di Inggris yang dinamakan Financial Supervisory Agency (FSA). FSA ini kemudian mengemban tugas melaksanakan kegiatan pengawasan terhadap lembaga keuangan, termasuk perbankan.
- Kasus Northern Rock Bank pada September 2008 menjadi bom waktu yang menjadi bukti kegagalan FSA di negara ini. Perlu diketahui bahwa kejatuhan Northern Rock Bank kemudian diikuti intitusi keuangan lain, seperti Bradford Bingley dan Royal Bank of Scotland Lloyds.
(Saat ini FSA telah dibubarkan. Fungsi pengawasan bank akhirnya dikembalikan lagi ke Bank of England.) - Di Jepang, pengalihan fungsi pengawasan kepada The Financial Supervision Agency (FSA) telah dilakukan sejak 22 Juni 1998. Sementara, Bank of Japan (BOJ) hanya menangani kebijakan, perumusan sistem moneter, dan implementasinya.
-Untuk mengetahui kondisi perbankan secara akurat dan cepat, BOJ melakukan on site examination dengan pendekatan risk based supervision terhadap lembaga keuangan dan perbankan di negara itu. Berbagai informasi tentang kondisi keuangan lembaga keuangan yang diperoleh BOJ tersebut sangat bermanfaat bagi BOJ, baik dalam hal menjaga stabilitas payment dan financial settlement system di Jepang maupun dalam hal perumusan kebijakan moneter.
-Hingga saat ini, kinerja FSA di Jepang belum efektif, dibuktikan karena hingga saat ini masih dihantui resiko sistemik yang tinggi, dan penerapan prinsip prudensial yang belum ketat. -Seperti Inggris, Negara ini memiliki Australian Prudential Regulation Authority (APRA) sejak 1 Juli 1998.
-Tahun 2001, tiga tahun setelah APRA berdiri, konglomerat asuransi terbesar kedua di Australia (yaitu grup HIH) bangkrut karena mismanajemen keuangan.
- APRA kemudian mengakui kegagalannya dalam mendeteksi dan mencegah kebangkrutan tersebut tidak lepas dari minimnya waktu untuk menuntaskan transfer di atas, termasuk penyempurnaan sistem pengawasannya. -Di Korea, Financial Supervisory Service (FSS) dipimpin oleh seorang Gubernur, yang juga merangkap Gubernur Komisi Jasa Keuangan bertanggung jawab kepada pemerintah.
-Tatanan seperti ini ternyata banyak menimbulkan banyak persoalan independensi dan kerancuan koordinasi dengan otoritas moneter.
Melihat dari beberapa kenyataan yang terjadi di berbagai negara di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan lembaga sejenis OJK tidak sepenuhnya efektif, malahan selalu bermasalah dalam hal independensi dan koordinasi selama tidak ada Good Corporate Governance dalam dunia keuangan dan perbankan. Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah.
Melihat dari berbagai konflik yang mungkin akan timbul nantinya, melihat kenyataan kondisi politik dan ekonomi di Indonesia, serta setelah melihat bahwa dibeberapa negara lain penerapan OJK/FSA kurang efektif, maka ada baiknya jika pembentukan OJK dikaji ulang, karena menurut saya : “fungsi pengawasan itu bukan terletak dari dibentuknya lembaga baru atau tidak. Tapi dari ada atau tidaknya penerapan good corporate governance.”
Meskipun ada OJK, ketika elit politik masih rakus, maka kejadian Century masih dapat berulang..
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/04/18/ironisme-ojk-gagal-di-negara-maju-namun-diminati-indonesia/
http://budisansblog.blogspot.com/2012/03/otoritas-jasa-keuangan.html
Foto dari: detik.com
Berdasarkan pemberitaan di detik.com (23 Juni 2012), Menkes menjelaskan dewasa ini pengidap HIV/AIDS meningkat, demikian pula penderita penyakit kelamin. Hal ini ditengarai karena meningkatnya seks berisiko. Kegiatan ini bisa dipicu oleh pendidikan agama yang tidak cukup kuat, iman yang tidak cukup kuat, dan beredarnya VCD porno di mana-mana, serta stimulan untuk meningkatkan kegairahan seks.
Bro en Sis rahimakumullah, itu artinya, Bu Menkes memilih tetap membiarkan adanya seks bebas di kalangan masyarakat, termasuk remaja, hanya saja dicegah lajunya bagi penularan penyakit seksual dan kehamilan tak direncanakan melalui penggunaan kondom. Ini sih pikiran gaya kapitalis-sekuler, Bro en Sis. Ibarat mau memadamkan api tetapi sambil bikin kebakaran baru. Ya, nggak selesai-selesai dong. Kalo mau memadamkan api ya sumber kebakarannya dong yang dimatikan, bukan malah memadamkan (setengah hati pula melakkukannya) lalu membuat kebakaran baru. Dalam kasus ini, tentunya perilaku seks bebasnya yang diberangus dan dihilangkan lalu hukum pelakunya. Jangan malah membiarkan pelaku seks bebas berkeliaran memakan korban baru, apalagi mereka jadi ngerasa dilegalkan karena boleh pake kondom bagi yang membandel tak mau mengubah perilakunya yang doyan seks bebas. Ckckck… sadarlah Bu Menkes!

Save Sex, No Free Sex!
Ya, seks yang aman adalah jangan ngelakuin seks bebas. Sebab, seks bebas itu justru bikin nggak aman. Pasti deh kamu semua udah pernah dengar pepatah: “Kalau takut dilebur ombak, jangan berumah di tepi pantai.” Nah, itu artinya pula kalo takut terbakar ya jangan main api. Kemungkinan besar kalo kita main api ya pernahlah dikit-dikit kebakar. Kalo takut kesetrum aliran listrik ya jangan bekerja dengan instalasi listrik. Maka, kalo ingin seks yang aman, ya jangan seks bebas.
Bro en Sis pembaca setia gaulislam, tanpa perlu survei khusus pun kayaknya kita udah bisa ngukur betapa banyaknya perilaku seks bebas, khususnya di kalangan remaja. Kalo sempat baca koran tertentu, mesti selalu ada berita seputar seks setiap harinya. Di internet apalagi, situs-situs berisi cerita porno atau penayangan pornografi nyaris tak terbendung. Akses ke situs porno di luar negeri juga banyak IP Address-nya yang berasal dari Indonesia. Berdasarkan data dari http://wikiislam.net/ dengan keyword Muslim Statistics (Pornography), Indonesia termasuk 10 besar negara pengakses situs porno. Artinya ya orang Indonesia banyak mengakses situs porno itu dong ya. Memang jumlah pengguna internet di Indonesia berapa sih? Berdasarkan data dari http://www.internetworldstats.com/top20.htm, update terakhir 31 Maret 2012, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 55 juta orang (urutan ke-8 setelah China, Amerika Serikat, India, Jepang, Brazil, Jerman, dan Russia). Gawat!
Sementara dalam pemberitaan di Republika Online, 24 Mei 2011 (setahun silam), menuliskan bahwa menurut Menkominfo,Tifatul Sembiring, Indonesia adalah peringkat kedua dunia dalam pengakses situs porno. Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa hal ini mendukung data bahwa berdasarkan riset pornografi di 12 kota besar di Indonesia terhadap 4.500 siswa-siswi SMP, ditemukan sebanyak 97,2 persen dari mereka pernah membuka situs porno. Data selanjutnya juga menambahkan bahwa 91 persen dari mereka sudah pernah melakukan kissing, petting atau oral sexs.
“Bahkan, data tersebut juga menyebutkan 62,1 persen siswi SMP pernah berzina dan 22 persen siswi SMU pernah melakukan abortus,” ujar Menkominfo Tifatul Sembiring yang dikutip Republika Online.
Sobat muda muslim, dari data-data di atas kayaknya ngeri banget ya. Seks bebas erat kaitannya dengan sarana penunjangnya. Saat ini, sarana penunjang paling mudah diakses dan paling efektif serta efisien adalah internet. Internet sudah merambah hingga ke dalam genggaman (handphone). Sangat jarang remaja yang saat ini nggak punya hape. Rata-rata punya hape, apapun mereknya. Banyak pula di antaranya hape yang dimiliki remaja bisa untuk mengakses internet. Inilah celah yang bisa mendukung penyebaran perilaku pornografi yang ujung-ujungnya ya pengen dipraktekkin dah. Dipraktekkin? Ya, zina alias seks bebas lah hasil akhirnya. So, ati-ati!
Berantas juga penyimpangan seks
Bro en Sis, kamu perlu tahu beberapa penyimpangan seks yang nampaknya juga sudah merambah kalangan remaja. Ini nggak mungkin bisa dicegah dengan kondom. Sulit rasanya. Apalagi kalo nafsu udah di ubun-ubun nggak bakalan inget lagi larangan Allah Swt. Sebab yang diingatnya adalah bujuk rayu setan. Inget kondom? Yah, ingat larangan Allah Swt saja kagak, apalagi inget kondom! Ngimpi deh lu!
Nah, sengaja saya tuliskan deh buat kamu pembaca gaulislam, beberapa penyimpangan seksual yang perlu kamu ketahui supaya bisa kamu hindari:
Homoseksual pria (gay): Arti homo sendiri berarti sama, sejenis atau satu golongan. Berarti homoseksual adalah orang yang merasakan atau hanya tertarik dengan jenis kelamin yang sama; kalo cewek seneng sama cewek, terus cowok seneng sama cowok juga. Seorang pria homoseksual dapat mencari obyek mangsanya di antara pria-pria yang tidak bertendensi homoseksual, bahkan di antaranya anak-anak di bawah umur yang berhasil dirayunya.
Lesbianisme: Hubungan sejenis antar perempuan. Gimana caranya? Kamu nggak usah bayangin, tapi yang pasti, rasa suka di antara mereka seperti rasa sukanya kepada lawan jenis. Biasanya ada yang bertindak sebagai ‘wanita’ dan juga ‘pria’. Yang ‘berperan’ sebagai wanita disebut ‘kantil’ dan istilah ‘sentul’ untuk yang ‘berperan’ sebagai ‘pria’.
Ekshibionisme: Penyimpangan ini sering membuat pelakunya pamer. Maksudnya mamerin ‘barangnya’. Biasanya laki. Baik dengan cara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Umumnya orang yang kayak begitu selain mamerin barangnya dia juga nyambi, nyambi masturbasi alias onani. Seseorang yang ekshibionis akan merasa mendapatkan kepuasan dari prilaku seksnya yang seperti itu, apalagi kalo sang korban ketakutan seperti teriak, si tukang pamer ini malah semakin menjadi-jadi deh. Amit-amit euy!
Voyeurisme: Ini nama lain dari si tukang ngintip. Ya, ngintipin orang yang lagi berhubungan seks atau suka melihat alat kelamin orang lain, yang jelas mereka seperti itu dengan sengaja alias punya niatan khusus untuk kegiatan-kegiatan seperti tadi, dan udah pasti ini menjadi kebiasaan mereka (ingat kasus candid camera di kamar ganti beberapa tahun lalu kan?). Voyeurisme ini juga dasarnya dilakukan supaya mendapatkan kepuasan seksualnya. Hanya dengan mengintip saja. Dasar!
Sodomi: Pelaku sodomi memuaskan hasrat seksualnya dengan menyetubuhi korban via anus. Hih, jijay deh. Jangan salah lho, sodomi ini juga berlaku di kalagan para gay atau bisek dan bahkan hubungan heteroseksual juga ada yang melakukannya dengan cara sodomi. Idih, beraninya kok lewat belakang.
Incest: Kalau yang ini adalah hubungan kelamin antara orang-orang yang suwangat dekat, misalnya hubungan keluarga antara ayah dan putrinya atau antara kakak dan adiknya. Yup, hubungan sedarah. Hubungan ini bisa terjadi dengan persetujuan atau tanpa persetujuan keduanya. Naudzubillahi min dzalik!
Sadomasochism: Seseorang yang mengidap ‘penyakit’ ini, akan melakukan tindakan sadistis untuk dapat merasakan kepuasaan yang amat sangat saat melakukan hubungan seks. Jadi, pukulan, bantingan, dan bogem mentah yang dilayangkan kepada pasangannya, akan memuaskannnya.
Pedofilia: Istilah ini dipakai untuk seseorang yang suka melampiaskan nafsu birahi dengan anak-anak. Pelaku pefofilia erotik memang menderita kelainan jiwa dan biasanya latar belakang keluarganya memiliki ibu yang dominan, agresif, castrating, galak dan selalu mencela setiap tindakan si anak. Dan setelah si anak tumbuh dewasa ternyata dihinggapi pedofilia erotika dia akan mencari mangsa seksualnya di antara anak-anak, yang memang dianggapnya nggak akan mencela, baik kehidupan pribadinya maupun prestasi seksualnya, istilahnya nih dia akan merasa aman secara psikis justru dilingkungan anak-anak. Hati-hati man!
So, mulai sekarang, jangan sembarangan pilih teman gaul. Bisa-bisa malah salah gaul dan bikin kamu sengsara selama hidupmu. Naudzubillah min dzalik!
Bekali remaja dengan iman, bukan dengan kondom
Sobat muda muslim, terus terang saya ngeri banget ngelihat maraknya kasus seks bebas yang salah satunya berbuah hamil di luar nikah. Masalahnya, gimana kalo kamu menghadapi kenyataan bahwa kudu hamil duluan. Malu? Kesel? Nyesel? Apalagi kalo sang pacar nggak mau bertanggung jawab. Waduh, itu namanya rugi berat euy!
Memang malu sobat. Itu sebabnya, supaya jangan ketiban ‘pulung’ kayak teman kamu yang udah merasakan, jangan deket-deket dengan zina deh. Nantinya malah kebablasan berzina. Boleh dibilang, cukup deh teman kamu yang menjadi cermin buat kita. Supaya kita nggak ikut-ikutan kecebur ke lembah duka bin nista. But, kalo ternyata benar-benar menimpa kamu, ya, mau apalagi kecuali kamu menyesali perbuatan kamu dan jangan coba melakukan dosa lain.
Manusia itu tempatnya salah, sobat. Jadi nggak perlu malu meminta tobat kepada Allah. Sembari kita berjanji dalam hati, bahwa nggak akan sekali-kali lagi melakukan perbuatan terkutuk itu. Kamu bisa buka lembaran baru dalam hidupmu. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS al-Baqarah [2]: 222)
Dalam ayat lain, Allah Swt. menjelaskan: “Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-A’raaf [7]: 153)
Sis, gimana kalo pacar kamu ngibrit nggak bertanggung jawab atas perbuatannya menghamili kamu? Jangan khawatir. Dunia belum kiamat, Sis. Kamu bisa mengurus anakmu bareng dengan ortumu. Walau bagaimana pun juga, itu adalah darah dagingmu sendiri. Besarkan anakmu dengan kasih sayang dan cinta, juga pendidikan agama yang full. Biarlah, cuma dirimu aja yang ternoda, orang lain, termasuk anakmu jangan pernah melakukan perbuatan seperti itu. Jangan sekali-kali melakukan aborsi. Allah Swt menyebutkan dalam firman-Nya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS al-Israa [17]: 31)
Selama mengasuh dan merawat anakmu, alangkah baiknya kamu dekat dengan agama. Pelajari dan pahami ajarannya. Insya Allah, suatu saat Allah berkenan menjodohkan kamu dengan pria baik-baik yang bakalan menjaga dan membimbing kamu dan anakmu menuju masa depan yang lebih cerah, dunia dan akhirat. Amin.
Oke deh sobat, tentunya mencegah lebih efektif ketimbang mengobati. Jadi, jangan nekat bergaul bebas dengan lawan jenis. Hindari pacaran, jauhi gaul bebas, dan jangan pula tergoda kampanye penggunaan kondom yang diberlakukan Bu Menkes Nafsiah Mboi bagi pelaku seks berisiko.
Selain itu, kamu kudu aktif ngaji en gaul dengan teman yang baik-baik. Lebih canggih lagi kalo negara ikutan mendukung dengan memberantas tayangan dan bacaan yang suka ngomporin remaja untuk mencicipi gaul bebas dan bahkan seks bebas. Negara juga kudu jadi garda terdepan dalam melindungi rakyatnya. Kampanyekan wajibnya pendidikan agama untuk menguatkan keimanan. Ya, bekali remaja dengan keimanan, bukan dengan kondom. Jadi, mari kampanyekan untuk mengubah individu ini dengan melakukan perubahan terhadap masyarakat. Kampanyekan penerapan syariat Islam oleh negara dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Yuk, kampanyekan mulai sekarang juga! [solihin | Twitter: @osolihin]