Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah sistem'barter'yaitu barang yang ditukar dengan barang.
Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.
Barang-barang yang dianggap indah dan bernilai, seperti kerang ini, pernah dijadikan sebagai alat tukar sebelum manusia menemukan uang logam. Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.
Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul suatu anggapan kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas
Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.
Fungsi
Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai perantara untuk pertukaran barang dengan barang, juga untuk menghindarkan perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang dibedalan menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan.
Fungsi asli uang ada tiga, yaitu :
• Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.
• Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran.
• Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.
Selain ketiga hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan. Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status sosial.
Pembiayaan Pembangunan.
Pertumbuhan kota di negara berkembang seperti indonesia memang pesat saat ini dan mengimplikasikan, meningkatnya tuntutan permintaan atas pengadaan dan perbaikan sarana prasana dan pelayanan perkotaan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan perkiraan Bank Dunia, tekanan penduduk di daerah perkotaan Indonesia selain disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk secara alamiah dan tingginya perpindahan penduduk dari desa ke kota, juga disebabkan karena meningkatnya pengharapan masyarakat sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan. Sedangkan beberapa peluang dan potensi yang dimiliki oleh pemerintah, tidak dimanfaatkan secara baik. Jadi, pemerintah daerah umumnya hanya memanfaatkan sumber daya yang ada dengan sifat konvensional (tradisional), seperti misalnya pajak, retribusi dan pinjaman. Padahal, di luar sumber daya yang bersifat konvensional tersebut masih banyak jenis sumber daya lainnya yang bersifat non-konvensional (non-tradisional), yang sebenarnya berpotensi tinggi untuk dikembangkan.
Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan perkotaan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar:
1) Pemerintah / publik.
2) Swasta / private.
3) Gabungan antara pemerintah dengan swasta.
1) Pembiayaan Melalui Pendapatan ( Revenue Financing ).
a) Pembiayaan Melalui Pendapatan yang Bersifat Konvensioanal.
• Pajak.
Pajak merupakan instrumen keuangan konvensional yang sering digunakan di banyak negara. Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai prasarana dan pelayanan perkotaan yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum, yang biasa disebut juga sebagai “public goods”. Penerimaan pajak dapat digunakan untuk membiayai 3 pengeluaraan, yaitu: biaya investasi total ( pay as you go ), membiayai pembayaran hutang ( pay as you use ), menambah dana cadangan yang dapat digunakan untuk investasi di masa depan.
• Retribusi.
Retribusi mempunyai 2 fungsi, yaitu sebagai alat untuk mengatur ( mengendalikan ) pemanfaatan prasarana dan jasa yang tersedia dan merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa. Untuk wilayah perkotaan jenis retribusi yang umum digunakan misalnya air bersih, saluran limbah, persampahan dan sebagainya. Pengenaan retribusi sangat erat kaitannya dengan prinsip pemulihan biaya ( cost recovery ), dengan demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya operasi, pemeliharaan, depresiasi dan pembayaran hutang.
• Connection Fees ( Biaya Penyambungan ).
Connection fees merupakan pungutan yang dikenakan oleh perusahaan jasa pelayanan kepada individu, misalnya air bersih, saluran pembuangan kotoran, dan telephone. Tujuan utama dari dikenakannya pungutan ini adalah untuk menutupi biaya yang timbul sebagai akibat adanya tambahan konsumen dalam jaringan yang sudah ada.
b) Pembiayaan Melalui Pendapatan yang Bersifat Non Konvensioanal.
• Betterrment Levies.
Betterment levies merupakan tagihan modal ( capital charges ) yang ditujukan untuk menutupi/membiayai biaya modal dari investasi prasarana. Dalam kenyataannya, jenis pungutan ini relatif kurang banyak digunakan. Adapun tujuan utama dari pengenaan jenis pungutan ini adalah mendorong masyarakat yang memperoleh manfaat dari adanya prasarana umum agar turut menanggung biayanya. Dengan demikian, pungutan ini dikenakan langsung kepada mereka yang memperoleh manfaat langsung dari adanya perbaikan prasarana umum tersebut. Adapun dasar pengenaannya bisa didasarkan atas jumlah area atau berdasarkan nilai taksiran manfaat yang diperolehnya.
• Development Impact Fees.
Development impact fees dibayar oleh developer kepada pemerintah daerah atau perusahaan daerah sebagai kompensasi dari adanya dampak yang ditimbulkan karena adanya pembangunan baru, misalnya pembangunan kompleks perumahan, yang berdampak pada dibutuhkannya prasarana baru di luar kompleks yang bersangkutan. Tujuan utama dari pengenaan pungutan ini adalah untuk menutupi biaya yang berkaitan dengan pembangunan prasarana yang dibutuhkan sebagai akibat dari adanya pembangunan di suatu lokasi, misalnya kompleks perumahan, industri, dan sebagainya. Pungutan ini biasanya dikenakan pada saat izin membuat bangunan ( IMB ) dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
2) Pembiayaan Melalui Hutang ( Debt Financing ).
a) Pembiayaan Melalui Hutang yang Bersifat Konvensional.
• Pinjaman.
Secara umum pinjaman mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif lebih mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun demikian, pemerintah atau perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk pinjaman komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui pemerintah pusat).
b) Pembiayaan Melalui Hutang yang Bersifat Non Konvensional.
• Obligasi.
Pada dasarnya obligasi juga merupakan bentuk pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan daerah untuk membiayai investasi prasarana. Sumber dana obligasi diperoleh melalui mobilisasi dana di pasar modal.
• Excess Condemnation.
Excess condemnation merupakan metode pembiayaan prasarana secara tidak langsung, dimana sejumlah tanah disisihkan untuk pembangunan prasarana, dan sejumlah lainnya diberikan pada developer swasta untuk pembangunan komersial. Sebagai imbalannya, developer berkewajiban untuk membangun prasarana yang dibutuhkan. Instrumen ini biasa digunakan untuk membangun kembali daerah-daerah kumuh, dimana melalui instrumen ini penyediaan prasarana perkotaan di daerah tersebut dapat dilaksanakan tanpa dibiayai oleh sektor publik.
• Linkage.
Developer diharuskan menyediakan dan membiayai prasarana yang sejenis di daerah lain yang kurang diinginkan, dalam rangka mendapatkan persetujuan pembangunan di daerah yang mereka inginkan. Metode semacam ini di Indonesia sudah mulai dikenal, khususnya berkaitan dengan pembangunan perumahan, dimana para developer diwajibkan untuk pembangunan perumahan sederhana sebagai kompensasi diberikannya izin untuk membangun perumahan mewah.
3) Pembiayaan Melalui Kekayaan ( Equity Financing ).
Pembiayaan Melalui Kekayaan yang Bersifat Non Konvensional.
• Joint Ventures.
Joint ventures merupakan kerjasama antara swasta dengan pemerintah ( private-public partnership ) dimana masing-masing pihak mempunyai posisi yang seimbang dalam perusahaan yang bersangkutan. Tujuan utama dari kerjasama ini adalah untuk memadukan keunggulan yang dimiliki sektor swasta, misalnya modal, teknologi dan kemampuan manajemen, dengan keunggulan yang dimiliki oleh sektor pemerintah, misalnya sumber-sumber, kewenangan dan kepercayaan masyarakat.
• Concession.
Beberapa contoh concessions adalah: kontrak jasa, kontrak manajemen, kontrak sewa, BOT ( Build, Operate, and Transfer ), BOO ( Build, Operate, and Own ), dan divestiture ( sektor swasta mengambil alih seluruh kontrol perusahaan dengan membeli seluruh aset pemerintah ).
Sumber : 1. http://id.wikipedia.org/wiki/Uang
2. google.co
Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.
Barang-barang yang dianggap indah dan bernilai, seperti kerang ini, pernah dijadikan sebagai alat tukar sebelum manusia menemukan uang logam. Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.
Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul suatu anggapan kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas
Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.
Fungsi
Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai perantara untuk pertukaran barang dengan barang, juga untuk menghindarkan perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang dibedalan menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan.
Fungsi asli uang ada tiga, yaitu :
• Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.
• Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran.
• Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.
Selain ketiga hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan. Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status sosial.
Pembiayaan Pembangunan.
Pertumbuhan kota di negara berkembang seperti indonesia memang pesat saat ini dan mengimplikasikan, meningkatnya tuntutan permintaan atas pengadaan dan perbaikan sarana prasana dan pelayanan perkotaan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan perkiraan Bank Dunia, tekanan penduduk di daerah perkotaan Indonesia selain disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk secara alamiah dan tingginya perpindahan penduduk dari desa ke kota, juga disebabkan karena meningkatnya pengharapan masyarakat sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan. Sedangkan beberapa peluang dan potensi yang dimiliki oleh pemerintah, tidak dimanfaatkan secara baik. Jadi, pemerintah daerah umumnya hanya memanfaatkan sumber daya yang ada dengan sifat konvensional (tradisional), seperti misalnya pajak, retribusi dan pinjaman. Padahal, di luar sumber daya yang bersifat konvensional tersebut masih banyak jenis sumber daya lainnya yang bersifat non-konvensional (non-tradisional), yang sebenarnya berpotensi tinggi untuk dikembangkan.
Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan perkotaan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar:
1) Pemerintah / publik.
2) Swasta / private.
3) Gabungan antara pemerintah dengan swasta.
1) Pembiayaan Melalui Pendapatan ( Revenue Financing ).
a) Pembiayaan Melalui Pendapatan yang Bersifat Konvensioanal.
• Pajak.
Pajak merupakan instrumen keuangan konvensional yang sering digunakan di banyak negara. Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai prasarana dan pelayanan perkotaan yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum, yang biasa disebut juga sebagai “public goods”. Penerimaan pajak dapat digunakan untuk membiayai 3 pengeluaraan, yaitu: biaya investasi total ( pay as you go ), membiayai pembayaran hutang ( pay as you use ), menambah dana cadangan yang dapat digunakan untuk investasi di masa depan.
• Retribusi.
Retribusi mempunyai 2 fungsi, yaitu sebagai alat untuk mengatur ( mengendalikan ) pemanfaatan prasarana dan jasa yang tersedia dan merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa. Untuk wilayah perkotaan jenis retribusi yang umum digunakan misalnya air bersih, saluran limbah, persampahan dan sebagainya. Pengenaan retribusi sangat erat kaitannya dengan prinsip pemulihan biaya ( cost recovery ), dengan demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya operasi, pemeliharaan, depresiasi dan pembayaran hutang.
• Connection Fees ( Biaya Penyambungan ).
Connection fees merupakan pungutan yang dikenakan oleh perusahaan jasa pelayanan kepada individu, misalnya air bersih, saluran pembuangan kotoran, dan telephone. Tujuan utama dari dikenakannya pungutan ini adalah untuk menutupi biaya yang timbul sebagai akibat adanya tambahan konsumen dalam jaringan yang sudah ada.
b) Pembiayaan Melalui Pendapatan yang Bersifat Non Konvensioanal.
• Betterrment Levies.
Betterment levies merupakan tagihan modal ( capital charges ) yang ditujukan untuk menutupi/membiayai biaya modal dari investasi prasarana. Dalam kenyataannya, jenis pungutan ini relatif kurang banyak digunakan. Adapun tujuan utama dari pengenaan jenis pungutan ini adalah mendorong masyarakat yang memperoleh manfaat dari adanya prasarana umum agar turut menanggung biayanya. Dengan demikian, pungutan ini dikenakan langsung kepada mereka yang memperoleh manfaat langsung dari adanya perbaikan prasarana umum tersebut. Adapun dasar pengenaannya bisa didasarkan atas jumlah area atau berdasarkan nilai taksiran manfaat yang diperolehnya.
• Development Impact Fees.
Development impact fees dibayar oleh developer kepada pemerintah daerah atau perusahaan daerah sebagai kompensasi dari adanya dampak yang ditimbulkan karena adanya pembangunan baru, misalnya pembangunan kompleks perumahan, yang berdampak pada dibutuhkannya prasarana baru di luar kompleks yang bersangkutan. Tujuan utama dari pengenaan pungutan ini adalah untuk menutupi biaya yang berkaitan dengan pembangunan prasarana yang dibutuhkan sebagai akibat dari adanya pembangunan di suatu lokasi, misalnya kompleks perumahan, industri, dan sebagainya. Pungutan ini biasanya dikenakan pada saat izin membuat bangunan ( IMB ) dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
2) Pembiayaan Melalui Hutang ( Debt Financing ).
a) Pembiayaan Melalui Hutang yang Bersifat Konvensional.
• Pinjaman.
Secara umum pinjaman mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif lebih mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun demikian, pemerintah atau perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk pinjaman komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui pemerintah pusat).
b) Pembiayaan Melalui Hutang yang Bersifat Non Konvensional.
• Obligasi.
Pada dasarnya obligasi juga merupakan bentuk pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan daerah untuk membiayai investasi prasarana. Sumber dana obligasi diperoleh melalui mobilisasi dana di pasar modal.
• Excess Condemnation.
Excess condemnation merupakan metode pembiayaan prasarana secara tidak langsung, dimana sejumlah tanah disisihkan untuk pembangunan prasarana, dan sejumlah lainnya diberikan pada developer swasta untuk pembangunan komersial. Sebagai imbalannya, developer berkewajiban untuk membangun prasarana yang dibutuhkan. Instrumen ini biasa digunakan untuk membangun kembali daerah-daerah kumuh, dimana melalui instrumen ini penyediaan prasarana perkotaan di daerah tersebut dapat dilaksanakan tanpa dibiayai oleh sektor publik.
• Linkage.
Developer diharuskan menyediakan dan membiayai prasarana yang sejenis di daerah lain yang kurang diinginkan, dalam rangka mendapatkan persetujuan pembangunan di daerah yang mereka inginkan. Metode semacam ini di Indonesia sudah mulai dikenal, khususnya berkaitan dengan pembangunan perumahan, dimana para developer diwajibkan untuk pembangunan perumahan sederhana sebagai kompensasi diberikannya izin untuk membangun perumahan mewah.
3) Pembiayaan Melalui Kekayaan ( Equity Financing ).
Pembiayaan Melalui Kekayaan yang Bersifat Non Konvensional.
• Joint Ventures.
Joint ventures merupakan kerjasama antara swasta dengan pemerintah ( private-public partnership ) dimana masing-masing pihak mempunyai posisi yang seimbang dalam perusahaan yang bersangkutan. Tujuan utama dari kerjasama ini adalah untuk memadukan keunggulan yang dimiliki sektor swasta, misalnya modal, teknologi dan kemampuan manajemen, dengan keunggulan yang dimiliki oleh sektor pemerintah, misalnya sumber-sumber, kewenangan dan kepercayaan masyarakat.
• Concession.
Beberapa contoh concessions adalah: kontrak jasa, kontrak manajemen, kontrak sewa, BOT ( Build, Operate, and Transfer ), BOO ( Build, Operate, and Own ), dan divestiture ( sektor swasta mengambil alih seluruh kontrol perusahaan dengan membeli seluruh aset pemerintah ).
Sumber : 1. http://id.wikipedia.org/wiki/Uang
2. google.co
0 komentar:
Posting Komentar